SURAT BERBAHASA INGGRIS TIDAK DAPAT DI JADIKAN ALAT BUKTI

SURAT BERBAHASA INGGRIS TIDAK DAPAT DITERIMA SEBAGAI ALAT BUKTI

 

Berdasarkan pasal 1866 KUH Perdata/pasal 164 HIR, alat bukti yang diakui dalam perkara perdata terdiri dari bukti tulisan, bukti saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Alat bukti tulisan/tertulis/surat, ditempatkan dalam urutan pertama.

Pasal 1867 KUHPerdata, pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan autentik maupun dengan tulisan dibawah tangan. Yang dimaksud Akta autentik misalnya Akta Notaris, sedangkan akta dibawah tangan yaitu perjanjian hanya ditandatangan kedua-belah pihak.

Pada pasal 31 UU 24/2009 dan pasal 26 Ayat 1 Perpres 63/2019 memuat redaksi serupa dengan bunyi bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia, atau perseorangan warga negara Indonesia.

Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No.2719 K/Pdt/1983, tanggal 22 Agustus 1985 yang menyatakan Judex facti yang memberi putusan bahwa Gugatan
(Bantahan – Verzet) atas suatu putusan verstek, dinyatakan “tidak dapat
diterima” (niet ontvankelijk verklaard), dengan alasan bahwa Penggugat
didalam persidangan Hakim Pertama telah mengajukan “surat-surat bukti”
yang isinya : “Agreement yang berbahasa Inggris”, yang menurut Undang-
undang Hukum Acara Perdata – HIR harus diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia.

Jakarta, 16 Mei 2023