Maraknya Perjanjian Pisah Harta menurut Adv Andy Roganda Simarmata, S.H., CAIA., CSTAX Karena Menguntungkan Bagi Pasangan

 

Perjanjian Pranikah Pisah Harta

Meski masih dianggap tabu oleh sebagian kalangan, semakin banyak pasangan yang menyadari pentingnya transparansi dalam hal keuangan rumah tangga, yang juga mencerminkan kedewasaan dan kesiapan mereka dalam menjalani kehidupan berumah tangga.

Perjanjian pranikah pisah harta adalah pengaturan hukum yang sah menurut UU Perkawinan dan dapat memberikan perlindungan hukum terhadap harta masing-masing pihak dalam pernikahan. Ini merupakan pilihan yang sah dan legal untuk pasangan yang ingin mengatur kepemilikan harta mereka dengan jelas dan mencegah potensi sengketa di kemudian hari.

Perjanjian pranikah pisah harta merupakan salah satu bentuk pengaturan hukum yang dapat disepakati oleh pasangan yang akan menikah untuk memisahkan harta yang dimiliki oleh masing-masing pihak sebelum dan selama pernikahan.

Tinjauan hukum mengenai perjanjian pranikah pisah harta ini mengacu pada ketentuan yang berlaku di Indonesia, khususnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan).


1. Dasar Hukum Perjanjian Pranikah Pisah Harta
Menurut UU Perkawinan, perjanjian pranikah adalah perjanjian yang dibuat oleh kedua calon suami istri sebelum melangsungkan pernikahan. Perjanjian ini dapat mengatur mengenai pembagian harta kekayaan, serta hak dan kewajiban antara suami istri selama pernikahan. Pasal 29 UU Perkawinan menyatakan bahwa perjanjian pranikah hanya sah jika dibuat secara tertulis dan didaftarkan di hadapan pejabat yang berwenang, yaitu di kantor catatan sipil. Pasal 35 UU Perkawinan menyebutkan bahwa dalam prinsipnya, selama pernikahan, harta yang diperoleh selama pernikahan adalah harta bersama, kecuali jika ada perjanjian pranikah yang mengatur sebaliknya. Jadi, jika pasangan membuat perjanjian pranikah yang menyatakan pisah harta, maka harta yang dimiliki oleh masing-masing pihak selama pernikahan tetap menjadi milik masing-masing, tanpa ada campur tangan pihak lain.

2. Fungsi dan Tujuan Perjanjian Pranikah Pisah Harta
Perjanjian pranikah dengan pengaturan pisah harta memiliki beberapa tujuan penting, antara lain:

Mencegah Sengketa Finansial:
Pisah harta dapat mencegah potensi konflik terkait pembagian harta ketika pernikahan berakhir, baik itu melalui perceraian atau kematian. Setiap pihak tetap memiliki kontrol penuh atas harta pribadi mereka.

Keterbukaan Finansial:
Pasangan yang membuat perjanjian pranikah menunjukkan adanya keterbukaan dan kesepakatan mengenai masalah finansial sejak awal pernikahan. Ini juga mencerminkan kedewasaan dalam mengelola keuangan rumah tangga.

Meningkatkan Kepercayaan:
Beberapa pasangan merasa lebih aman dan percaya diri dalam melanjutkan pernikahan ketika ada pengaturan yang jelas mengenai harta pribadi masing-masing.

3. Keabsahan dan Pelaksanaan Perjanjian Pranikah
Perjanjian pranikah pisah harta sah secara hukum apabila memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KUHPerdata. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk membuat perjanjian pranikah yang sah antara lain:

1. Harus dibuat secara tertulis dan disetujui oleh kedua belah pihak.

2. Harus didaftarkan di hadapan pejabat yang berwenang (biasanya di Kantor Catatan Sipil).

3. Tidak boleh bertentangan dengan hukum yang berlaku, kesusilaan, atau ketertiban umum.

Perjanjian ini akan mengikat selama pasangan tersebut masih dalam ikatan pernikahan, dan hanya dapat diubah atau dibatalkan dengan persetujuan kedua belah pihak.

Namun, jika salah satu pihak merasa dirugikan, mereka bisa mengajukan gugatan untuk mengubah atau membatalkan perjanjian tersebut melalui pengadilan.

4. Pengaruh Perjanjian Pranikah Pisah Harta dalam Perceraian
Salah satu aspek yang sering dibahas terkait perjanjian pranikah pisah harta adalah dampaknya dalam perceraian. Apabila ada perjanjian pranikah yang menyatakan pemisahan harta, maka harta yang diperoleh selama pernikahan tetap menjadi milik masing-masing pihak. Namun, hal ini berbeda dengan aturan dalam sistem harta bersama yang berlaku pada pasangan yang tidak membuat perjanjian pranikah. Dalam hal ini, pengadilan akan membagi harta secara adil dan proporsional jika perceraian terjadi.

Dengan adanya perjanjian pisah harta, setiap pihak tidak berhak atas harta yang dimiliki oleh pasangan mereka selama pernikahan. Ini memberikan kejelasan mengenai kepemilikan harta dan bisa mengurangi potensi sengketa terkait pembagian harta pada saat perceraian.

5. Perjanjian Pranikah Pisah Harta dalam Pandangan Sosial
Di Indonesia, perjanjian pranikah, khususnya yang mengatur pisah harta, masih dianggap tabu atau sensitif di kalangan sebagian besar masyarakat. Hal ini disebabkan oleh pandangan tradisional yang menganggap pernikahan sebagai ikatan yang harus mengutamakan kebersamaan dalam segala hal, termasuk harta.

Namun, seiring dengan perubahan zaman, banyak pasangan yang mulai memandang perjanjian pranikah sebagai langkah yang bijaksana untuk melindungi kepentingan finansial masing-masing.(***)

Tinggalkan Balasan