Kita tidak pernah tahu Rothschild itu berbentuk seperti apa. Dimana markasnya dan bagaimana mereka bergerak. Mereka antara ada dan tiada, itulah strategi mereka yang kontroversi. Menjadi invisible power yang tak teridentifikasi.
“You don’t think that having control of the money is more power than making laws? If you control all the money do you not have the maker of laws at your disposal? The only thing you would fear is a socialist in power”.
Makanya PDIP sebagai penjaga Nasionalis bersama ideologi Marhaenisme yang dicetuskan Bung Karno, bagi mereka tidak boleh berkuasa. Kemenangan Jokowi adalah nightmare bagi capitalism. 2 periode mereka “kecolongan” secara dramatis.
Mari kita analisa lagi lebih jauh terkait substansi dari rekam jejak tiap kasusnya:
Semua analisis terkait aksi 411, 212 dan Pilkada DKI hanya menekankan soal revitalis gerakan Islam radikal.
Sangat sedikit analisis yang mengarah pada penjelasan modus ekonomi politik dibalik berbagai aksi yang menyerang legitimasi Jokowi. Semuanya dimulai dari keseimbangan baru dari kemenangan Jokowi dalam pilpres 2014 lalu.
Siapapun tak menyangka Jokowi akan sanggup menandingi Prabowo yang didukung kekuatan oligarki bisnis besar di Indonesia plus kapitalis Amerika. Dukungan oligarki bisnis ke Prabowo tidak bisa terlepas dari patron-patron politik mereka yang merapat ke kubu Prabowo.
Ini sinyal bahwa oligarki bisnis yang berpatron 10 tahun masa SBY akan berada di kubu Prabowo. Selain itu ada ARB, ada Hashim Djojohadikusumo, Harry Tanoe, dan dinasti Cendana. Jaringan bisnis yang berpatron pada para Jenderal juga banyak berada di kubu. Prabowo. Cek nama-nama Jenderal purnawirawan TNI dan Polri yang masuk di TKN (Tim Kampanye Nasional)
Praktis, sebagian besar konglomerat kelas kakap merapat ke Prabowo. Prabowo jadi jagoan oligarki bisnis besar. Dengan kekuatan modal besar, Prabowo yang disokong oleh sebagian besar konglomerat kelas kakap berada di atas angin.
Dana kampanye Prabowo tiap ikut Pilpres tidak terbatas ditambah dengan sokongan diam-diam dari Cikeas. Kekalahan Prabowo dalam 2 Pilpres membuyarkan harapan mereka.
Kini untuk ketiga kalinya mereka reuni. Mereka mulai bermanuver. Segala cara dilakukan untuk merapat ke Jokowi. Pintu untuk masuk dicari, tapi Jokowi tetap lempeng.
Kepentingan kroni-kroni lama dibabat habis oleh Jokowi, mulai dari Mafia Migas sampai Mafia impor. Dari Freeport, batubara, CPO, Nikel hingga yang terakhir hilirisasi membuat negara Eropa Amerika merasa “dikerjain” oleh seorang Jokowi. Selain itu kaki-kaki para patron juga dipotong, sehingga patron politik juga kelimpungan.
Bakrie kelimpungan dengan bisnisnya Lapindo-Brantas harus bayar dana talangan. TV One jadi lebih banyak siaran sinetron. Pasang surut kuasa politik & Bisnis Bakrie dengan Golkar mengalami masa paling buruk. Partai sebesar Golkar pernah pecah 2 kubu, bentrok antar elite terjadi karena berebut ceruk bisnis di era Jokowi yang semakin dibatasi.
Ingat kasus “papa minta saham” dan E-KTP yang semua dilakukan oleh jaringan Partai Golkar.
Gerindra dan Hasyim ikut terkena imbasnya, sehingga jaringan kroni Prabowo juga berupaya mengais dari jatah impor daging dan gula. Artinya aktivitas bisnis kroni sangat tergantung pada patron politiknya. Ketika patron tersungkur, bisnispun ikut tersungkur.
Dalam kondisi seperti itu, strategi yang digunakan adalah mundur selangkah untuk terus mencari cara menurunkan Jokowi. PDIP sepanjang 2 periode Jokowi masih kompak “melindungi” Jokowi dari upaya pemakzulan. ARB cs akhirnya nyerah sebagai veto player di Golkar.
Konstelasi di Golkar akhirnya diserahkan ke elite Golkar di rezim Jokowi: JK dan LBP. Prabowo pun kemudian otomatis lebih dekat dengan LBP. Sehingga berapa kepentingan Prabowo bisa tetap diakomodasi. Dengan cara merapat ke pilar-pilar kekuasaan, mereka berharap tetap mendapatkan sumber ekonomi untuk biayai aktivitas politik selanjutnya.
Menjadi Menteri Pertahanan adalah bargening politiknya dengan pihak pemenang Pilpres. Pemerintahan Jokowi dijamin Prabowo tidak “diganggu” stabilitas politiknya. Sebaliknya Pemerintah juga tidak “mengganggu” kerja Kemenhan dengan segala manuver anggarannya.
Belanja Alutsista, Food estate hingga kapal patroli mangkrak nyaris tak satupun aparat penegak hukum yang berani menyentuhnya. Kemenhan seakan menjadi negara dalam negara.
Apa yang terjadi di 2023 ini menjadi upaya last time menggoyang Jokowi meski tidak lagi ikut Pilpres. Namun uniknya mereka justru semakin fokus ke Jokowi dan keluarganya. Upaya adu domba antara keluarga Jokowi dengan PDIP menjadi perang terbuka yang melibatkan para elitenya.
Konglomerat hitam dan oligarki bisnis itu masih tetap ingin berkuasa dengan memanfaatkan patron-patron politik dengan berburu rente
Hati-hati dibalik serigala berjenggot ada kekuatan hitam yang tetap ingin berkuasa. Mereka tidak peduli dengan jualan NKRI ber-syariah atau apalah itu, karena yang penting bagi mereka pundi-pundi uang mereka tetap terisi.
Bersambung…. (6)