Menurut Aipda Latif Munir, salah seorang pendiri dari Paguyuban Gerobak Sapi Langgeng Sehati Bantul, bajingan sendiri diambil dari nama seorang tokoh pencetus gerobak sapi sebagai moda transportasi di wilayah Jawa yaitu ‘Mbah Jingan’.
Mbah Jingan digambarkan sebagai seorang tokoh yang memiliki keberanian tinggi dan terampil dalam melaksanakan berbagai pekerjaan.
Mulai dari menjadi petani buruh, buruh pemanjat pohon kelapa, hingga menjadi pengendali gerobak sapi untuk mengangkut hasil panen pertanian.
Berasal dari Mbah Jingan kemudian lama kelamaan, orang-orang menyebutnya lebih singkat menjadi Ba Jingan.
“Awalnya orang-orang menyebut Mbah Jingane endi (Mbah Jingannya di mana)? Lama-kelamaan terdengar samar-samar menjadi Ba Jingane endi (Ba Jingannya di mana)? Lah kata terakhir inilah yang kemudian berkembang sampai sekarang,” tutur Aipda Latif Munir.
Bagi masyarakat Bantul, kata bajingan memang memiliki makna yang mendalam bagi para sopir gerobak sapi di daerah sana.
Makna lain bajingan juga kemudian muncul yakni terkait dengan orang yang tak pernah meninggalkan kewajibannya beribadah meski sering bepergian.
Hal ini dituturkan oleh salah seorang sopir gerobak sapi di Pedukuhan Jodog, Bantul, bernama Sriyanto (48).
Ia mengungkapkan bahwa bajingan memiliki filosofi yang dalam bagi kalangan mereka dan sangat jauh dari makna negatif.
“Bajingan itu bagusing jiwo angen-angen ning pangeran.
Jadi pangeran itu seneng arepo sopir gerobak bajingan ning watake apik. Eling karo pangeran eling karo sembahyang,” ungkap Sriyono, sebagaimana dikutip dari detikJateng.
Jika diartikan, bajingan itu bagusing jiwo angen-angen ning pangeran atau bagusnya jiwa yang memikirkan Tuhan.