Lebih dari itu, aturan hukum tentang pemberian bantuan hukum, yang salah satunya diatur melalui SEMA No. 2 tahun 1971 sudah disempurnakan melalui berbagai aturan perundang-undangan salah satunya adalah UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang menyatakan pemberi bantuan hukum/ pendamping hukum atau advokat tidak boleh berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara. Sementara dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dalam Pasal 92 ayat (3), “semua anggota Angkatan Perang juga dianggap sebagai pejabat”. Oleh karena itu merujuk pada UU Advokat sebenarnya prajurit TNI aktif tidak dapat menjadi pendamping hukum atau advokat.
Kerancuan hukum tersebut di atas diperparah oleh keengganan pemerintah yang belum juga merevisi UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang menciptakan silang sengkarut penegakan hukum di Indonesia. Atas dasar hal tersebut di atas , Imparsial mendesak kepada:
1. Presiden memerintahkan Panglima TNI untuk mengevaluasi Kababinkum TNI yang telah salah dan keliru menafsirkan aturan perundang-undangan sehingga menimbulkan polemik hukum dan dikhawatirkan membenarkan perilaku Prajurit TNI untuk menjadi penasihat hukum di peradilan umum.
2. Panglima TNI melarang anggota TNI untuk bertindak sebagai advokat di peradilan umum dan jika terjadi pelanggaran atau penyimpangan peran TNI harus ditindak sesuai aturan hukum yang berlaku.
3. Presiden Joko Widodo, segera merevisi UU No. 31 tahun 1997 tentang peradilan militer, yang telah menyebabkan disharmoni dan kontradisksi norma dan penegakan hukum di Indonesia, sebagaimana yang telah dijanjikan dalam Nawacita Presiden sejak tahun 2014.
Jakarta, 11 Agustus 2023
Gufron Mabruri
Direktur
Narahubung:
1. Gufron Mabruri: +62 815-7543-4186
2. Ardi MantoAdiputra: +62 812-6194-4069
3. Hussein Ahmad: +62 812-5966-8926