Ini kisah nyata.
Selama 18 tahun saya mengirim uang ke orang tua ku . Dulu pakai wesel
Ayah ibu ku marsolu/ naik sampan mengambilnya ke kantor pos. Jarak sekitar 2 km. Ayah ku mendayung solu, ibu ku.menimba air yg bocor dari solu.
Setelah wesel ditukar di kantor pos, maka ayah ibu ku belanja: kopi, tembakau, gula, napuran/ sirih, gula, indomie, dsb utk 1 bulan.
Ibu ku pun buat teh dan kopi.
Siapa yang lewat depan rumah kami, dipanggil mengopi atau marnapuran.
Jadi asal mau saja, pasti siap kopi, teh, napuran
Sang waktu berjalan.
Ibu ku usia 89 meninggal dunia. Mereka janjian dulu, siapa klotter pertama wajib panggil segera pasangannya.
Maka 3 bulan setelah ibuku yang lambok malilu itu berpulang, ayah ku pun menyusul.
Ketika ayah ku meninggal..ku dengarlah berenya bersenandung:
Tulang ku na burju…
Molo ro ho tu onan mangganis dengke, sai dilehon ho do diau dengke naumbalga nai, demikian Nai Karim bersenandung sedih atas kepergiaan Tulangnya.
Dari situlah kutau..bapakku yang tak politik atau togel dan tenggen dan rajin solat itu rupanya, jika ia memberi, he gave the best: ikan terbesar pada ponakannya( sekarang masih hidup, usia + 85 up).
Sedang ibu ku pasti berbagi napuran dan teh dgn ibu ibu yang lewat dengan suka cita. Selama hidup aku tak pernah dijewer atau dimarahi . Rejeki anak bontot?
Jadi..
Kalau anda berbagi,misalnya panen mangga, berilah orang mangga yang terbaik. Jangan yang peok atau busuk . Insa Allah umur mu panjang.
Jkt 19.4.24
Henry Sitanggang